vinasebo.blogg.se

Penanda Wacana Yang Menarik
penanda wacana yang menarik












Melancong dalam negara dapat menjimatkan. Zaimah suka melancong dalam negara kerana negara kita banyak mempunyai tempat yang menarik. Sambutan Hari Guru akan diadakan tidak lama lagi.,murid-murid yang akan mengambil bahagian dalam acara persembahan.

penanda wacana yang menarik

Ia bukan lagi bromocroah dalam posisi sebagai residivis, gali , atau bandit. Namun posisi bromocroah tokoh Ibrahim bukan dalam kategori moral. Sayang, ketika saya bertanya mengenai keberadaan filem tersebut, Akbar pun kesulitan untuk menemukan materi filem versi Asrul Sani.Tubuh yang menarik adalah yang berkebalikan dengan tubuh Sera, yaitu payudara yang besar, tidak kurus kerempeng tapi sintal, berisi seperti wacana.Sebagaimana saya singgung tadi, secara naratif, tokoh Ibrahim hadir memecah kejumudan tatanan sosial yang menyimpang secara moral. Sebelumnya pada tahun 1959, Asrul Sani sempat memfilemkan naskahnya ini dengan judul yang sama.

Akbar sendiri mengungkapkan bahwa sosok pencerita di awal dan penutup filem adalah kecenderungan filem di Indonesia. Hal ini menurutnya cukup berbeda dengan pola filem-filem di masa itu yang cenderung menghadirkan solusi lewat sosok guru maupun Ustad. Menurutnya, Chaerul Umam dan Asrul Sani adalah tokoh yang cukup islami, tetapi kita tidak dapat menempatkan posisi pembacaan filem ini dalam pandangan Islam di Indonesia seperti sekarang sebab konteks sosio-politik-kultural hari ini sangat berbeda dari periode sebelumnya.Menurut Pingkan, salah satu aspek yang menarik dari filem ini ialah pola solusi konflik filem yang tidak didatangkan secara langsung oleh guru atau Ustad, melainkan dari sosok antah-berantah. Pertanyaan Scott ditanggapi oleh Hafiz Rancajale, Direktur Artistik ARKIPEL bromocorah. Hal ini pun memantik pertanyaan dari Scott Miller Berry, juri dan kurator ARKIPEL bromocorah pada sesi diskusi yang diadakan setelah penayangan filem. Ibrahim dalam filem ini telah menjadi tokoh yang “tak terhitung” dalam kerangka pemikiran Ranciere, terutama kaitannya dengan kebutuhan untuk mengonfigurasi kembali tatanan yang ada.Menariknya, di tengah era Orde Baru yang kala itu memberlakukan sensor ketat serta ada kecenderungan konstruksi cerita yang bernada dakwah, filem ini justru hadir menyinggung persoalan seksualitas yang akhir-akhir ini menjadi isu yang cukup sensitif.

But, for Akbar Yumni, jury and curator for ARKIPEL bromocorah 7 th – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival, bromocorah is present in the figure of Ustadz Ibrahim in Titian Serambut Dibelah Tujuh (The Holy Bridge) by Chaerul Umam (1982), presented in curatorial program Image and Dissensus, Sunday, Augat GoetheHaus Jakarta.About 17 audiences were attending the program at 1:00 pm. Both definitions refer to the legal term, and both are related to criminal acts. Di satu sisi, hubungan si gadis dan burung tersebut juga bisa menjadi bentuk ekspresi ketidakpercayaannya pada masyarakat di sekitarnya kala itu.Dengan segala kompleksitasnya, filem Titian Serambut Dibelah Tujuh ini selalu menghadirkan wacana diskursif yang, menurut saya pribadi, merupakan wilayah sastraik yang seringkali luput pada filem-filem Indonesia masa sekarang.There are two definitions of bromocorah — or bramacorah — on the latest version of The Great Dictionary of the Indonesian Language. Hal tersebut juga bisa menjadi penanda tentang konsep modernisme yang dinarasikan melalui kegilaan. Menurut Akbar, burun dalam filem ini bisa menjadi penanda tentang bagaimana kegilaan sering diekspresikan lewat hubungan manusia dengan hal-hal yang tak lazim, salah satunya hewan.

Ibrahim in the film is an ‘uncount’ figure in the framework of Ranciere, particularly regarding the need to reconfigure the existing order.Interestingly, in the middle of the New Order, which at the time enacted strict censor and the films have a tendency of preaching within the narrative construction, this film brought sexuality into the cinema screen, which lately has become a sensitive matter. Akbar Yumni, using the perspective of Jacques Ranciere regarding ‘the wrong’ or ‘le tort’ that is closer to the neutral meaning of ‘the wrong’ or ‘miscount’. He is no longer bromocorah in position as recidivist, gali , or bandit. But the position of bromocorah in Ibrahim’s figure is not within the moral category. Unfortunately, when I asked about the whereabouts of the film, Akbar also had the difficulty finding the Asrul Sani’s version.As I mentioned previously, in the film’s narrative, the character of Ibrahim came to break the stagnation of the morally deviant social order. Prior in 1959, Asrul Sani filmed this script with the same title.

For her, this is quite different from the existing patterns in that era that tends to solve the conflict with the presence of a teacher or Ustadz figure. According to him, Chaerul Umam and Asrul Sani are quite religious figures, but the Islamic context of this film is quite different compared to the Islamic context today because there is a very distinct socio-political-cultural context in the previous period.According to Pingkan, one interesting aspect of this film is the pattern of film conflict solutions that were not directly emerged from a teacher or Ustad, but from an anonymous figure. The question was responded by Hafiz Rancajale, Artistic Director of ARKIPEL bromocorah.

penanda wacana yang menarikpenanda wacana yang menarik